Wednesday, February 8, 2017

Kisah Ubadah bin Shamit Sahabat Nabi

Ubadah bin Shamit adalah sahabat nabi dari kaum Anshar, ia juga seorang sahabat yang mengabdikan hidupnya untuk berjihad dan menyebarkan Ilmu agama.

Ubadah bin Shamit adalah salah seorang dari 12 orang yang turut serta menyatakan baiat kepada Rasulullah ketika baiat Aqabah pertama. Pada tahun berikutnya, Ubadah juga menyatakan kesetiaannya kepada Rasulullah saw pada baiat Aqabah kedua. Ubadah juga banyak menyertai perjuangan Rasulullah di medan perang, seperti Perang Badar.

kisah-ubadah-bin-shamit

Sejak memeluk agama Islam, Ubadah menjadikan ketaatan dan kecintaannya kepada Allah sebagai hal yang paling utama. Hal itu tidak hanya berlaku ketika ia beribadah, tetapi juga dalam hubungannya dengan manusia yang lain.

Sebelum Islam menyebar di Madinah, keluarga Ubadah bin Shamit terikat suatu perjanjian dengan kaum Yahudi Bani Qainuqa. Ketika Rasulullah dan kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah, orang-orang Bani Qainuqa menunjukkan sikap yang damai dan bersahabat. Namun, mereka berubah sikap pada masa sebelum Perang Badar dan sesudah Perang Uhud. Ketika itu, Bani Qainuqa sering kali berulah dan mengganggu kaum muslim.

Ubadah bin Shamit tidak tinggal diam. Ia segera membatalkan perjanjian dengan Bani Qainuqa. Pada saat  itu, ia berkata, “Saya hanya akan mengikuti pimpinan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman !” Sikap tegas Ubadah bin Shamit mendapat pujian dari Allah swt. Beberapa saat kemudian, Allah menurunkan wahyu Surat Al-Maidah ayat 56, yang artinya “Dan barangsiapa yang mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”

Demikianlah, Ubadah bin Shamit adalah seorang sahabat yang mulia. Ia memegang teguh keyakinan agamanya, taat dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.


Ubadah bin Shamit Menolak Jabatan

Ubadah bin Shamit adalah seorang muslim yang mengutamakan ketakwaan dan kesalehan dalam hidupnya. Ia juga  mengamalkan hidup zuhud (meninggalkan keduniawian). Ia menjaga jarak terhadap harta, kekuasaan/jabatan, dan ketaatan dan ketakwaan dirinya kepada Allah swt.

Pada suatu ketika, Ubadah mendengar Rasulullah mengatakan tentang tanggung jawab seorang amir atau wali atau pemimpin. Pada saat itu, Rasulullah juga menjelaskan bahwa para pemimpin yang lalai dalam menjalankan tugasnya atau memperkaya diri sendiri, maka tubuh mereka gemetar dan hatinya berguncang. Setelah mendengar hal itu. Ubadah  bersumpah kepada Tuhan, tidak akan menjadi pemimpin sekalipun hanya dari dua orang. Ia memenuhi sumpahnya dan tak pernah melanggarnya.

Pada suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab menawarkan jabatan kepada Ubadah bin Shamit. Ubadah menolaknya, ia hanya bersedia mengajar kaum muslim dalam bidang agama. Kemudian, Ubadah bin Shamit, Muadz bin Jabal, dan Abu Darda pergi ke Syria. Mereka hendak menyebarkan ilmu dan pemahaman tentang ajaran Rasulullah saw.

Ubadah pernah tinggal di Palestina, Di sana ia juga mengajarkan ilmu agama kepada penduduk Palestina. Pada saat itu, Palestina adalah bagian dari wilayah Islam yang dipimpin oleh Gubernur Muawiyah. Ia membandingkan antara Palestina dan Madinah. Pada masa itu. Madinah adalah ibu kota pemerintahan negara Islam yang dipimpin oleh Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah Umar adalah seorang yang ketaatan dan kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya tidak diragukan lagi.

Berbeda dengan Muawiyah yang mencintai hal-hal yang bersifat duniawi, termasuk harta dan kekuasaan. Ubadah sangat mengagumi Khalifah Umar yang menjadi seorang pemimpin  yang saleh, hidup zuhud, cerdas dan berpandangan jauh.

Pada suatu waktu, Ubadah menemui Khalifah Umar di Madinah. Pada saat itulah, ia menceritakan peristiwa yang terjadi antara dirinya dan Muawiyah. Tidak lama kemudian, Khalifah Umar mengirm surat kepada Muawiyah. Dalam surat itu, Khalifah Umar menegaskan bahwa Muawiyah tidak berwenang sebagai amir (pemimpin) bagi Ubadah. Oleh karena itu, Muawiayah tidak dapat memaksakan kehendaknya kepada Ubadah.

Demikianlah, Umar bin Khattab, seorang pemimpin yang agung, menghormati Ubadah. Sungguh, Ubadah adalah seorang yang pantas kita teladani.

No comments:

Post a Comment