Monday, February 6, 2017

Kisah Abu Lubabah bin Abdul Munzir

Dunia Nabi ~ "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuinya. Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allah-lah  pahala yang besar." (QS. al-Anfaal ayat 27-28).

kisah-abu-lubabah-bin-Abdil-Mundzir

Menurut keterangan beberapa ahli tafsir, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah bin Abdil Mundzir radhiallahu'anhu. Abu Lubabah termasuk salah seorang muslim pilihan yang telah membela dan menegakkan agama Islam. Dia adalah salah seoang pahlawan muslimin dalam peperangan, yang telah mempersembahkan diri dan nyawanya di jalan Allah untuk menegakkan kebenaran dan meninggalkan agama-Nya. Dia dilahirkan di Yatsrib yang subur dan banyak terdapat mata air, yang banyak ditumbuhi pepohonan dan tetumbuhan yang dapat dinikmati oleh manusia dan hewan. Kiranya tiap daerah memiliki pengaruh kuat terhadap sepak terjang seseorang dan arah pemikirannya juga. Begitu pula dengan penduduk kota Madinah, mereka pada umumnya dikenal memiliki akhlak yang luhur, pemaaf, berperasaan halus, dan suka berbuat baik sesamanya. Abu Lubabah termasuk laki-laki seperti itu, yang diisyaratkan oleh Allah Ta'ala dalam Al-Quranul Karim.

"Dan orang-orang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (kaum Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (kaum muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum muhajirin); dan mereka mengutamakan (kaum muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS. Al-Hasyr ayat 9)

Isterinya adalah Khansa' binti Khanddam Al-Anshariyah dari golongan Al Aus. Pada awalnya, ayahnya ingin mengawinkan puterinya itu dengan seorang dari bani Auf, namun putrinya sudah terlanjur cinta kepada Abu Lubabah. Akhirnya, ia pergi menghadap Rasulullah Saw, dan melaporkan hasrat hatinya itu, lalu Rasulullah Saw memerintahkan kepada ayahnya supaya memberikan kebebasan kepada putrinya dalam memilih calon suaminya sendiri. Akhirnya, iapun dinikahkan dengan Abu Lubabah bin Abdil Mundzir radhiallaahu'anhu. Perkawinan keduanya mendapat karunia seorang anak perempuan, Lubabah namanya. Demikianlah, akhirnya Abu Lubabah menjadi panggilan ayahnya. Lubabah diperistri oleh Zaid ibnul Khaththab radhiallaahu 'anhu yang dipercaya memegang panji kaum muslimin dalam peperangan di Al-Yamamah yang mencemaskan seraya menyeru dengan suara nyaring, "Ya Allah, aku dapat menjawab dengan apa yang dikumandangkan Musailamah dan Muhkam Ibnu Thufail."

Dengan panji dan pedang di tangan, ia menyerang lawannya dengan tangkas dan berani sehingga ia tewas sebagai syahid. Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu berkomentar atasnya, "Allah akan merahmati saudaraku, Zaid radhiallaahu 'anhu, insya Allah. Dia masuk Islam sebelum aku dan tewas sebagai syahid sebelum aku juga." Abu Lubabah termasuk orang pertama yang masuk Islam, ketika beberapa orang anshar berjumpa dengan Mush'ab bin Umair di Yatsrib. Kepada mereka dtawarkan agama Islam, lalu mereka dengan spontan percaya kepada Muhammad Rasulullah Saw. Abu Lubabah salah seorang Anshar yang menghadiri bai'at al-Aqabah II. Adapun orang pertama yang berbicara di majelis itu ialah Abbas bin Abdul Muthalib, padahal pada waktu itun ia menganut agama kaumnya (Musyrik). Ini dilakukannya hanya karena ia ingin mengetahui dengan pasti dan meyakinkan kedudukan keponankannya, Rasulullah Saw, dalam bai'at itu ia berkata;

"Wahai kaum Khazraj, ketahuilah bahwa Muhammad Saw, adalah dari golongan kami dan kami telah mempertahankannya dari kaum kami yang masih sealiran dengan kami ternyata dia masih tetap dimuliakan tengah-tengah kaumnya dan terlindung dari Tanah Airnya. Akan tetapi, ia tetap saja mau pergi bersama kalian ke negeri kalian. Kalau kalian benar-benar mau menepati janji akan melindunginya dari orang-orang yang tidak sepaham dengan dia maka kami akan mempercayakannya kepada janjimu itu. Akan tetapi, kalau kalian akan menyerahkannya dan tidak akan mempertahankannya dari orang-orang yang tidak sepaham dengannya, setelah dia keluar dan pergi kepada kalian, maka dari sekarang, sebaiknya kalian membiarkannya dalam kemuliaan dan perlindungan dari kaumnya di negeri sendiri."

Mereka berkata; "Kami telah mendengar apa yang anda katakan. Sekarang katakanlah wahai Rasulullah Saw untuk dirimu dan Rabbmu sesukamu!" Rasulullah Saw menjawab: "Aku akan membai'at kalian bahwa kalian melindungiku seperti kalian melindungi istri-istri dan anak-anakmu." Al-Barra'bin Ma'rur menjabat tangan beliau dan berkata, "Ya, Atas nama Yang mengutusmu dengan kebenaran, Kami berjanji akan melindungimu seperti melindungi istri-istri dan anak-anak kami, maka bai'atlah kami wahai Rasulullah karena kami sejak nenek moyang kami memang ahli perang."

Selagi Al-Barra' berbicara dengan Rasulullah Saw, tiba-tiba Abdul Haitsam bin An-Nahyan memotong pembicaraannya," Wahai Rasulullah, antara kami dan segolongan kaumku (maksudnya, kaum yahudi) sudah terjalin ikatan dan kemungkinan kami memutuskannya. Apakah kalau kami memutuskannya, kemudian Allah berkenan memenangkanmu, apakah tidak mungkin engkau kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?" Rasulullah Saw tersenyum, lalu berkata menegaskan; "Darah dibayar dengan darah dan penghancuran dibayar dengan penghancuran. Aku bagian dari kalian dan kalian juga bagian dariku. Aku akan memerangi siapa yang kalian perangi dan akan berdamai dengan siapa yang berdamai dengan kalian."

Abu Lubabah kemudian kembali ke Madinah setelah pertemuannya dengan Rasulullah Saw itu. Ia merasa kagum sekali atas kepribadian dan keluhuran budi pekerti beliau. Ia kembali dari sana sebagai orang baru yang menjelma dari masa lalunya secara keseluruhan, menjadi seorang yang berusaha keras yang merealisasikan isi Al-Qur'anul Karim dalam hidup dan sepak terjangnya. Tidak lama setelah itu, Rasulullah Saw, sudah berada ditengah-tengah mereka di Madinah, menyusun syariat dan menetapkan undang-undang yang dibawa oleh Jibril dari Rabbnya. Ternyata, kaum muslimin menyambutnya dengan gegap gempita, tidak seorangpun merasa berkeberatan atau hendak menyelewengkannya sedikitpun.

Tak lama setelah itu, perang badar pun pecah antara kaum musyrikin dan kaum muslimin pilihan Allah Ta'ala itu. Abu Lubabah mengetahui persiapan Rasulullah Saw, lalu ia mempersiapkan dirinya dan pergi menyandangkan senjatanya hendak menemui kaum kafir Quraisy bersama dengan kaum muslimin. Akan tetapi Rasulullah Saw, tidak mengizinkan Abu Lubabah pergi bersamanya, tetapi ia diamanatkan mewakilinya di Madinah. Penjagaan keamanan dan ketertiban kota itu tidak kurang pentingnya dengan perang di medan laga. Ia diberi  memelihara keamanan dan keselamatan penduduk kota Madinah, anak-anak, kaum wanita, dan semua orang yang ada di dalamnya. Ia juga diberi amanat menjaga keamanan dan keselamatan buah-buahan, perkebunan, dan perbatasannya. Ia diberi tanggung jawab memberi warganya yang sedang kelaparan, memenuhi semua kebutuhan yang ada, baik anak-anak maupun orang tua, sampai pasukan yang berada dijalan Allah itu kembali. Abu Lubabah mematuhi peritnah dan pengarahan Rasulullah Saw, dengan baik. Ia memimpin kota Madinah dengan baik, mempersiapkan juga bekal yang mungkin dibutuhkan oleh pasukan yang sedang berperang, dan menggalakkan pembuatan senjata perang siang dan malam, sehingga pasukan kaum muslimin memiliki persenjataan dan perbekalan yang lengkap.

Tiap hari, ia pergi keluar kota Madinah untuk mengetahui terlebih dahulu berita jihad kaum musliman. Akhirnya, berita kemenangan yang gilang-gemilang itu sampai diterimanya, lalu ia pergi bergegas-gesag memasuki kota untuk menyampaikan berita kemenangan itu. Penduduk kota Madinah bersuka cita dan bersyukur kepada Allah Ta'ala yang telah memenangkan saudara-saudaranya melawan musuh-musuhnya yang jauh lebih lengkap persenjataannya dan kuat. Akan tetapi, ada sekelompok penduduk kota Madinah yang tidak bergembira atas kemenangan yang telah diraih kaum muslimin itu. Mereka adalah orang-orang yang senang bermain digelap gulita, orang-orang yang telah mengetahui kebenaran, namun menutup mata dan telinganya darinya. Mereka adalah segolongan kaum yahudi yang bertetangga dengan kaum muslimin di Madinah, yang dengan terang-terangan memperlihatkan rasa dengki dan hasudnya atas kemenangan yang diraih kaum muslimin dan tidak segan-segan melanggar perjanjian yang sudah mereka sepakati.

Setelah Rasululah Saw mendengar dan melihat gelagat yang diperlihatkan kaum yahudi di Madinah, beliau lalu memerintahkan wakil-wakilnya untuk mengadakan pertemuan di sebuah pasar di perkampungan Bani Qainuqa, seraya berkata, "Apa yang menimpa kaum Quraisy hendaknya dijadikan pelajaran yang harus diwaspadai. Kalian sudah mengetahui bahwa aku ini adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah." Mereka menjawab dengan lantang, "Hai Muhammad, janganlah kau takabur atas kemenangan yang engkau peroleh melawan orang-orang yang tidak memiliki keahlian dalam peperangan, lalu engkau berhasil memenangkannya." Ini merupakan ketegangan pertama dan terang-terangan antara kaum Yahudi dan kaum muslimin. Sesudah itu disusul kasus wanita muslimah yang sedang duduk di depan toko  perhiasan seorang yahudi di pasar Bani Qainuqa'. Menunggu perhiasannya diselesaikan. Datanglah seorang diantara mereka menindihkan baju besinya dibagian belakang rok wanita itu sedangkan wanita itu tidak menyadarinya. Ketika ia bangun, tiba-tiba roknya tertarik kebelakang dan auratnyapun terlihat. Mereka serta merta menertawakannya. Seorang muslim yang sedang kebetulan ada di tempat itu tidak sabar melihat peristiwa keji itu, lalu melompat dan membunuh salah seorang dari mereka.

Dengan demikian, mereka telah melanggar perjanjian yang telah mereka sepakati bersama Rasulullah Saw, karena takut pada dosanya itu, mereka mengurung diri dalam perbentengannya. Rasulullah Saw dan para sahabatnya datang mengepungnya selama lima belas hari. Akhirnya, mereka pun keluar dan menyatakan siap menerima hukuman. Rasulullah Saw bermaksud hendak membunuh mereka. Mereka adalah sekutu golongan Khazraj, Abdullah bin Abi Salul lalu menghampiri Rasulullah Saw dan berbicara dengan beliau tentang mereka, seraya memasukan tangannya ke dalam kantong Rasulullah Saw. Rasululah Saw, marah sekali kepadanya seraya menghardiknya, "Lepaskan aku!" Dia menjawab, "Aku tak akan melepaskanmu hingga kau berbuat baik terhadap para sekutuku; 400 orang tak bersenjata dan 300 orang bersenjata lengkap. Mereka telah melindungiku dari berbagai peperangan yang memusnahkan segalanya dan aku khawatir terhadap masa depanku." Nabi Saw, bersabda lagi; "Mereka aku serahkan kepadamu ! Keluarkan mereka, Allah melaknat mereka dan laknat Allah bersama dengan mereka."

Mereka diusir keluar dari kota Madinah oleh Ubadah bin ash-Shamit. Mereka pergi menuju Adzri'at di negeri Syam. Tidak lama setelah itu, mereka pun tewas di sana. Pada waktu pengepungan terhadap perbentengan Bani Qainuqa'itu, Abu Lubabah diserahi tugas untuk memimpin kota Madinah. Ternyata, dia melaksanakan tugasnya dengan baik. Kami sudah berbicara tentang perang badar, bagaimana kaum muslimin dalam perang itu telah meraih kemenangan gilang gemilang dan bagaimana kaum musyrikin hancur luluh disana. Sisa pasukan yang hancur itu kembali ke Mekah dibawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb yang setelah perang itu bernazar tidak akan membasahi rambutnya dengan air jinabah hingga berhasil membalas memerangi Muhammad. Tak lama setelah itu, ia keluar dengan dua ratus pasukan berkuda kaum Quraisy untuk memenuhi nazarnya itu hingga ke pinggiran kota Madinah pada malam hari.

Pasukan kaum musyrikin dalam perang badar berjumlah hampir seribu orang. Walaupun begitu, mereka kembali dengan membawa kekelahan yang memalukan, lalu mengapa Abu Sufyan malah datang ke pinggiran kota Madinah dengan pasukan yang jauh lebih sedikit? Kesimpulan yang bisa ditarik dari ulah Abu Sufyan itu adalah bahwa ia hanya menebus sumpahnya saja, bukan ingin mengadakan peperangan dengan kaum muslimin. Ia datang diam-diam pada malam hari menemui pimpinan yahudi Bani an-Nadhir dibawah pimpinan Salam bin Misykam. Walaupun begitu, beritanya tercium juga akhirnya. Pada malam itu juga pasukan tersebut pergi membakar kebun korma dan membunuh seorang anshar sekutu yahudi Bani an-Nadhir itu dan kembali ke Mekah. Mendengar berita itu, Rasulullah Saw mengarahkan pasukannya untuk mengejar pasukan Abu Sufyan dan sekali lagi beliau mengangkat Abu Lubabah menjadi pimpinan pemerintahan di Madinah, namun pasukan kaum musyrikin itu tidak dapat terkejar. Abu Sufyan tahu bahwa Rasulullah Saw, tidak akan membiarkannya lari begitu saja. Ia melarikan kudanya dengan kecepatan yang diharapkan, ia meninggalkan sebagian perbekalannya supaya jangan sampai terkejar dan tertangkap.

Rasulullah Saw dan para sahabatnya kembali ke Madinah menunggu kesempatan baik untuk memberikan pelajaran kepada para perusuh itu. Bagi orang yang mengamati sejarah Islam, selama masa itu akan berkesimpulan bahwa Abu Lubabah adalah seorang mukmin yang jujur, seorang pejuang yang ikhlas kepada agama, Nabi, dan Rabbnya. Dalam penyerbuan Rasulullah Saw, ke perbentengan yahudi Bani Quraizhah, Abu Lubabah ikut bersama beliau dan pimpinan pemerintahan di Madinah diserahkan kepada Abdullah ibnu Ummi Maktum. Rasulullah Saw bersama sahabatnya mengepung benteng Bani Quraizhah itu selama 25 malam sehingga mereka hidup dalam kekurangan dan ketakutan. Setelah mereka meyakini bahwa Rasulullah Saw, tidak akan membiarkan mereka tanpa hukuman, akhirnya Ka'ab bin Asad bertindak sebagai penengah untuk mereka. Ia berkata; "Wahai orang-orang yahudi kalian sudah mengetahui petaka apa yang telah menimpa kalian dan aku mencoba menawarkan tiga hal; terserah kalian untuk memilih yang mana diantaranya yang kalian senangi!" "Apa itu?" Kita mengikuti Muhammad dan mempercayainya. Demi Allah! sebenarnya kalian sudah mengetahui bahwa dia adalah seorang Nabi dan Rasul Allah, dan bahwa ciri-cirinya sudah dinyatakan dalam kitab kalian. Dengan demikian, kalian telah mengamankan darah, harta, anak-anak, isteri-isteri kalian semuanya.

"Kami tidak akan meninggalkan hukum taurat dan tidak akan menggantikannya dengan hukum lainnya hingga kapanpun." "Kalau kalian menolak usulku itu, baiklah kita membunuh anak-anak dan isteri-isteri kita,lalu kita keluar dengan pedang terhunus melawan Muhammad dan para sahabatnya tanpa meninggalkan rasa berat sedikit pun, hingga Allah menentukan siapa diantara kita yang akan menjadi pemenangnya. Kalau kita tewas, kita tewas tanpa meninggalkan keturunan yang kita khawatirkan di belakang hari dan kalau kita menang, kita yakin masih bisa mendapatkan perempuan dan masih bisa mendapatkan anak-anak lagi." "Apakah kita akan membunuh anak-anak dan isteri-isteri kita? Apa artinya hidup tanpa mereka?" "Kalau kalian menolak juga usulku itu, ketahuilah bahwa malam ini adalah malam sabtu. Mungkin kalau kalian keluar menemui Muhammad dan para sahabatnya, mereka akan mau mengampuni kalian."

Mereka lalu mengirim seorang utusan kepada Rasulullah Saw, meminta Abu Lubabah bin Abdil Mundzir dikirimkan kepada mereka untuk dimintakan pendapatnya karena mereka sekutu golongan kalian." Mengapa Abu Lubabah? Apa yang mungkin diberikan kepada mereka oleh sahabat yang mulia ini? Mungkinkah sahabat ini akan mengkhianati Rasulullah dan mendurhakai Rabbnya, lalu memberikan nasihat yang bukan-bukan pada kaum yahudi itu? Hal ini karena kedudukan seorang penasihat itu harus dapat dipercaya. Semua hukum dan syariatpun menyatakan demikian. Sedangkan, kaum yahudi ingin menjadikan Abu Lubabah sebagai penasihatnya. Rasulullah Saw memerintahkan kepada Abu Lubabah untuk pergi menemui hasrat mereka. Abu Lubabah pergi menemui pimpinan kaum yahudi itu. Begitu anak-anak dan isteri-isteri mereka melihat Abu Lubabah datang, mereka menangis meraung-raung memohon belas kasihannya. Sudah tentu, Abu Lubabah sebagai manusia tidak bisa menyembunyikan rasa iba dan harunya kepada mereka. Kami sudah mengatakan bahwa penduduk Madinah pada umumnya berhati lembut dan berjiwa pemaaf, kasih sayangnya sesamanya menggebu-gebu.

Abu Lubabah sebagai manusia tidak bisa terpengaruh oleh peristiwa itu. Begitu pimpinan yahudi bertanya kepadanya, "Apakah anda menyetujui hukuman Muhammad?". Ia menjawab; "Ya". Seraya mengisyaratkan dengan tangannya ke lehernya, yakni mereka akan dibunuh. Abu Lubabah berkata: "Demi Allah! belum beranjak kedua kakiku dari tempatnya melainkan aku menyadari bahwa aku sudah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya Saw." Abu Lubabah lalu pergi ke masjid an-Nabawi dan tidak menemui Rasulullah Saw lagi. Ia mengikatkan dirinya di salah sebuah tiangnya di sana, seraya berkata: "Aku tidak akan meninggalkan tempatku ini sehingga Allah mengampuni apa yang telah aku perbuat dan telah bersumpah tidak akan pergi lagi ke perkampungan Bani Quraizhah, dan aku tidak akan melihat negeri yang pernah aku berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya untuk selama-lamanya." Baiklah, kita tinggalkan Abu Lubabah yanga mengikatkan dirinya pada salah sebuah tiang masjid An-Nabawi dan mengikuti hukum apa yang dikenakan Rasulullah Saw, kepada yahudi Bani Quraizhah itu.

Esok paginya, mereka keluar dari perbentengannya untuk menerima keputusan dari Rasulullah Saw, berdatanganlah pimpinan golongan Aus menghadap Rasulullah. Mereka mengeluh, "Wahai Rasulullah! mereka dahulu sekutu kami melawan Al-Khazraj dan baginda telah berbuat terhadap sekutu saudara-saudara kami kemarin seperti yang baginda ketahui." Sesudah pimpinan Al-Aus berbicara dengan Rasulullah Saw, beliau bertanya kepada mereka; "Wahai pimpian Al-Aus, Apakah kalian ridha jika yang memberikan hukuman itu seorang dari kalian sendiri?" Mereka menjawab, "Ya, ridha." Rasulullah Saw bersabda; "Panggil Sa'ad bin Mu'adz kesini!" Mereka memanggilnya dan berkata: "Wahai Abu Umar ! Rasulullah Saw memanggil anda menyerahkan hukuman sekutumu kepadamu." Sa'ad menjawab: "Kalian harus menyatakan sumpah setia kepada Allah Ta'ala bahwa kalian akan menerima keputusanku."

Mereka menjawab, "Ya, kami menerimamu." Sa'ad selanjutnya bertanya Rasulullah Saw, "Apakah keputusanku akan diterima sebagai keputusan yang sah?" Rasulullah Saw pun menjawab: "Ya, Kami akan menerimamu.” Sa'ad berkata: "Saya memutuskan agar semua laki-lakinya dibunuh, harta bendanya dirampas dan dibagi-bagikan, dan wanita-wanitanya di tawan." Rasulullah bersabda kepadanya: "Engkau telah menjatuhkan hukuman terhadap mereka dengan hukuman Allah dari atas langit yang ketujuh!" Adapun kepada Abu Lubabah telah diberikan ampunan, baik Rasulullah maupun dari Allah Ta'ala, dan dia pun ikut aktif bersama kaum muslimin lainnya dalam berbagai kerja dan peperangannya. Dalam penaklukan kota Mekah. Ia memegang panji Bani Amru bin Auf dan ia menyaksikan masuknya orang berbondong-bondong ke dalam agama Islam. Demikianlah akhirnya, ia kembali ke rahmatullah pada zaman pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu, semoga Allah Ta'ala menempatkannya di dalam surga-Nya, sesuai dengan jasa dan baktinya kepada agama Islam dan kaum muslimin.


Sebab Turunnya Ayat

Menurut sebagian mufasirin, ayat tersebut diturunkan untuk Abu Lubabah bin Abdil Mundzir Al-Anshari. Hal itu terjadi ketika Rasulullah Saw sedang mengepung perbentengan Yahudi Bani Quraizhah selama 21 malam. Mereka lalu memohon berdamai dengan Rasulullah Saw, seperti yang pernah  diberikan kepada saudara-saudaranya di Bani An-Nadhir, mereka mohon diizinkan keluar dari Madinah untuk menyusul saudara-saudaranya ke Adzri'at atau ke Ariha di negeri Syam. Akan tetapi, mereka menolak menerima keputusannya. Mereka berkata. "Kami meminta Abu Lubabah dikirimkan kepada kami. Dia seorang sahabat karib dengan kami. Dahulu, harta dan anak-anaknya bersama dengan kami, Rasulullah Saw lalu mengirimkannya kepada mereka. Mereka bertanya kepadanya: "Wahai Abu Lubabah, bagaimana pendapatmu, apakah kami akan tunduk kepada keputusan Sa'ad bin Mu'adz?".

Abu Lubabah lalu mengisyaratkan kepada mereka dengan tangannya ke lehernya bahwa mereka akan disembeli, berarti jangan mau menerima. Abu Lubabah berkata: "Demi Allah, kedua kakiku belum beranjak dati tempatku melainkan telah mengetahui bahwa aku telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya." Lalu turunlah ayat itu. Sesudah ayat itu turun, maka ia memperkeras ikatannya pada pilar masjid An-Nabawi, seraya berkata: "Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati atau Allah mengampuni dosaku itu." Sudah tujuh hari lamanya ia tidak memakan makanan sehingga tidak sadarkan diri, kemudian Allah mengampuninya. Lalu, ada yang menyampaikan berita itu kepadanya, "Wahai Abu Lubabah, Allah telah mengampuni dosamu!". Ia berkata: "Tidak aku akan membuka ikatanku sebelum Rasulullah Saw datang membukanya." Tak lama setelah itu, Rasulullah Saw pun datang membukanya. Abu Lubabah lalu berkata kepadanya: "Kiranya akan sempurna tobatku kalau aku meninggalkan kampung halaman kaumku tempat aku melakukan dosa disana dan aku sumbangkan seluruh hartaku?"

Rasulullah Saw menjawabnya: "Kau hanya dibenarkan menyumbangkan sepertiganya saja." Menururt riwayat ibnu Hisyam, sesudah Rasulullah Saw mendengar ceritanya, hal itu sudah agak terlambat benar, maka beliau bersabda : "Kalau dia datang menemuiku, tentu aku akan memohonkan ampunan untuknya. Akan tetapi, karena ia bertindak sendiri maka aku tidak mungkin bisa melepaskannya dari tempatnya sehingga Allah melepaskannya."

Ada yang mengatakan bahwa diterimanya tobat Abu Lubabah diberitahukan oleh Allah kepada Nabi Saw, ketika beliau berada di rumah Abu Salamah radhiallaahu 'anhu. Isteri Abu Salamah, berkata: "Aku mendengar Rasulullah Saw, tertawa pada waktu sahur aku bertanya: "Wahai Rasulullah Saw, apa gerangan yang baginda  tertawakan?' Rasululah Saw menjawab, 'Allah telah mengampuni dosa Abu Lubabah. 'Aku bertanya kepadanya: "Apakah aku boleh menyampaikan berita gembira itu kepadanya? 'Rasulullah Saw menjawab: "Boleh saja kalau kau mau. Dia lalu berdiri di pintu kamarnya; kejadian itu terjadi sebelum kewajiban berhijab diundangkan. Aku berkata: "Wahai Abu Lubabah, bergembiralah, Allah telah mengampuni dosamu.' Setelah itu, banyaklah orang yang datang hendak melepaskan ikatannya, namun ia menolak seraya berkata: "Tidak. Demi Allah, aku tidak mau sebelum Rasulullah Saw datang membebaskan aku dengan tangannya.' Ketika Rasulullah Saw hendak shalat shubuh, baginda menghampirinya dan membukakan ikatannya."

Adapun ayat yang melepaskannya dari dosa ialah firman-Nya : "Dan (ada pula) orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan yang lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang." (QS. At-Taubah ayat 102).

No comments:

Post a Comment