Saturday, February 11, 2017

Sedekah Marbot dan Anugerah Didapatinya

Sedekah Marbot dan Anugerah Didapatinya ~ Tersebutlah Sobirin, sang marbot sebuah masjid yang mendapat berkah berkat sedekah. Dikisahkan selesai menunaikan shalat Shubuh berjamaah, Sobirin dengan cekatan menjalankan fungsinya sebagai seorang marbot. Kebersihan masjid adalah tanggung jawabnya, mulai dari dalam masjid hingga halamannya. Ia tak mau membiarkan ada kotoran di masjid. Masjid adalah rumah ibadah yang senantiasa harus dijaga kebersihannya. Itu prinsip Sobirin.

Sedekah-Marbot-dan-Anugerah-Didapatinya

Pagi itu Sobirin tengah membersihkan halaman masjid ketika seseorang menghampirinya. Sobirin mengenali orang tersebut, karena itu ia menghentikan kerjanya dan siap menerima kedatangan tamu yang tak lain adalah Mang Ajat, lelaki yang punya hubungan keluarga dengannya, meski agak jauh jaraknya. Ketika Mang Ajat memberi salam, Sobirin menjawabnya dengan intonasi gembira. Senyum mengembang. Begitu pun Mang Ajat. Kemudian keduanya saling berjabat tangan.
“Saya memerlukan bantuan Kang Sobirin” ujar Mang Ajat membuka percakapan.

Sobirin tersenyum. Kemudian Mang Ajat memaparkan kepentingannya, bahwa saat ini dia memerlukan pinjaman uang sebanyak dua ratus lima puluh ribu rupiah.

Sobirin tidak lantas memenuhi keinginan Mang Ajat. Ia memang memiliki persediaan uang sebesar yang diinginkan Mang Ajat, namun uang itu demi memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi Sobirin terlebih dahulu harus membicarakan hal ini pada Sulastri, istrinya. Kemudian Sobirin memandang Mang Ajat dan menjelaskan bahwa hal ini harus dibicarakan dulu dengan Sulastri dan meminta pada Mang Ajat untuk datang esok.

Mang Ajat setuju dan berlalu meninggalkan Sobirin dengan senyum yang belum bulat lantaran hajatnya belum terpenuhi Entah esok. Seperti halnya Mang Ajat yang berlalu meninggalkan senyum. Sobirin pun tersenyum saat berhadapan dengan Sulastri. Kemudian menceritakan hajat Mang Ajat kepada sang istri.

Alhamdulillah, apa yang disampaikan Sobirin kepada Sulastri menghasilkan respon yang mengembirakan. Sebagai wanita shalehah, Sulastri cukup mengerti bahwa manusia sangat membutuhkan dengan manusia lain. Bukankah dalam hidup, kita memang harus saling tolong-menolong, saling bantu membantu, sebab itu memang dianjurkan agama, hablum minan nas.

“Berikan saja uang itu pada Mang Ajat. Kang,” tutur Sulastri, terdengar mengikhlaskan.

“Lalu bagaimana dengan kebutuhan kita?” Tanya Sobirin.

Sulastri tersenyum, “Kita masih punya waktu Kang, Sedangkan Kang Ajat, mungkin sedang terdesak keuangan. Jadi dahulukan  saja kebutuhan Kang Ajat,” jawab Sulastri.

Sobirin tersenyum senang. Senang bukan hanya karena dirinya bisa bersedekah, tetapi senang dengan keputusan istrinya yang begitu menggugah.

Rasa senang Sobirin nyatanya menular pada Mang Ajat. Mang Ajat juga tersenyum senang ketika di pagi yang masih gelap itu ia kembali menemui Sobirin dan menerima sejumlah uang yang dibutuhkan. “Terima kasih. Kang Sobirin.”

Shalat berjamaah Shubuh sudah berlalu beberapa menit. Seperti biasa, Sobirin terlibat dengan rutinitas kesehariannya sebagai seorang marbot masjid. Sejengkal tanah masjid tak luput dari perhatiannya terlebih di bagian pekarangan masjid. Sobirin dengan segenap ketekunannya membersihkan pekarangan itu, saat itulah tiba-tiba seseorang mendekat dan duduk di undakan tangga masjid dengan nafas terengah-engah.

“Saya numpang duduk ya, Pak” begitu ucap seseorang yang diduga Sobirin adalah pelaku lari pagi.

Sobirin membiarkan saja lelaki itu istirahat diundakan tangga masjid. Setelah beberapa lama, ketika nafas lelaki itu mulai teratur kembali, ia mengajak Sobirin berbincang.

“Sudah lama bekerja untuk masjid ini ya pak?” Tanya lelaki itu.

“Cukup  lama juga,” jawab Sobirin singkat.

“Apa pekerjaan ini dapat memenuhi kebutuhan bapak?” Tanya lelaki itu lagi.

Sobirin terhenyak, tapi ia menjawab juga pertanyaan itu” Alhamdulillah.” 

 “Apa bapak punya kartu keluarga?” Tanya lelaki itu lagi.

Sobirin merasa aneh dengan pertanyaan itu. “Baru ketemu kok tanya-tanya kartu keluarga. Aneh, “begitu batin Sobirin berujar. Meski begitu, Sobirin menjawab juga pertanyaan lelaki di depannya. “Punya”.

“Apa bapak juga punya KTP?”

Kali ini Sobirin tak lekas menjawab. Kata perkata dalam hatinya mencetak keheranan atas pertanyaan lelaki yang belum dikenalnya dan kartu tanda penduduk?

Setelah beberapa saat lamanya jeda terjadi, karena Sobirin bermain dengan kata hatinya, saat berikutnya Sobirin mengatakan kalau dirinya memiliki kartu tanda penduduk yang sah.

Lelaki yang sedang melakukan aktivitas lari pagi itu, kemudian berdiri dari istirahatnya, memandang wajah Sobirin.

“Terima kasih Pak, saya permisi” Kemudian ia berlalu menyisakan keheranan mendalam di hati Sobirin.

Suasana masih pagi saat Sobirin bertugas membersihkan pekarangan masjid seseorang tak dikenal mendatanganinya. Menyodorkan keanehan yang membuat kening Sobirin berkerut. Lelaki itu tiba-tiba saja meminta foto Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, juga menyebut-nyebut Ka'bah di Baitullah dan Umrah.

“Siapa yang mau berangkat umrah? Saya? Ah dari mana saya punya uang untuk berangkat umrah? Bapak ini pasti salah alamat,” batin Sobirin terus berkata-kata dengan sepasang mata tak lepas memandang wajah lelaki di sebelahnya.

“Saya hanya utusan bapak dan diperintahkan untuk meminta foto copy Kartu Keluarga dan KTP bapak diperlukan untuk pembuatan pasport dan juga yang lainnya.

Penjelasan lelaki itu membuat hati Sobirin terasa terbang, terusung kebahagian. Mimpi dan doanya untuk dapat menjejakkan kaki di Tanah Suci terjawab. Maka ketika hal itu semakin jelas  bagi Sobirin, ia bergegas ke rumah untuk mengambil foto copy  kartu kelurga dan KTP yang diminta.

Dan sesampainya. “ucap Sulastri, bersyukur atas kemurahan Allah. “Inilah balasan Allah itu, Kang”, tambah Sulastri.

Sobirin memandang  istrinya “Balasan atas apa?” Tanya Sobirin.

“Insya Allah, keberangkatan akang ke Tanah Suci sebagai balasan atas sedekah sebesar 250 ribu rupiah yang telah Akang lakukan,” jawab Sulastri.

Pikiran Sobirin langsung flash back pada kedatangan Mang Ajat yang dengan wajah gembira menerima uang sebesar 250 ribu rupiah.

Sobirin tersenyum saat bayangan itu pergi dari benaknya. Sungguh, kalau selama ini ia tidak begitu yakin dapat menjejakkan kaki di Tanah Suci, tapi Allah telah membuktikannya.

Bahkan tidak hanya itu, saat di Tanah Suci Sobirin selalu mendapatkan kemudahan-kemudahan juga kenikmatan yang selama ini tak ada dalam bayangannya sekali pun Wallahu'alam bisshawab.

No comments:

Post a Comment