Memang benar, bahwa kepintaran manusia itu mempunyai akibat yang merugikan dirinya sendiri. Dan orang-orang yang mempunyai bakat-bakat istimewa, banyak yang harus mambayar mahal, justru pada waktu ia patut menerima ganjaran dan penghargaan. Sahabat mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang dari mereka.
Sungguh dia mempunyai bakat luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan ingatan. Abu Hurairah radhiayallahu 'anhu mempunyai kelebihan dalam seni menangkap apa saja yang didengarnya, sedang ingatannya mempunyai keistimewaan dalam segi menghafal dan menyimpannya, didengarnya, ditampungnya lalu tertanam dalam ingatannya hingga dihafalkannya, hampir tak pernah ia melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa yang telah didengarnya, sekalipun usia bertambah dan masa pun telah berganti-ganti. Oleh karena itulah, ia mewakafkan hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah Saw, sehingga termasuk yang terbanyak menerima dan menghafal Hadits, serta meriwayatkannya.
Sewaktu datang masa pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja membikin hadits-hadits bohong dan palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah Saw, mereka memperalat nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan ketenarannya dalam meriwayatkan Hadits dari Nabi Saw, hingga sering mereka mengeluarkan sebuah "hadits" dengan menggunakan kata-kata: "Berkata Abu Hurairah."
Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan ketenaran Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai Hadits dari Nabi Saw, menjadi lamunan keragu-raguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di habiskan oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadits yang telah membaktikan hidup mereka untuk berhikmat kepada Hadits Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang dimasukkan ke dalamnya. Disana Abu Hurairah berhasil lolos dari jaringan kepalsuan dan penambahan-penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak ke dalam Islam, dengan mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan mereka kepadanya.
Ia adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan mengagumkan yang diciptakannya. Dari orang upahan menjadi majikan. Dari seorang yang terlunta-lunta ditengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan pantuan! Dan dari seorang yang sujud di hadapan batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Inilah dia sekarang dan berkata: "Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi berhijrah dalam keadaan miskin. Aku menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi perutku! Akulah yang melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian. Sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah panutan ummat!"
Ia datang kepada Nabi Saw, di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di Khaibar, ia memeluk Islam karena dorongan kecintaan dan kerinduan. Dan semenjak ia bertemu dengan Nabi Saw, dan berbai'at kepadanya, hampir-hampir ia tidak berpisah lagi dari padanya kecuali pada saat-saat waktu tidur. Begitulah berjalan selama masa empat tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah Saw, yakni sejak ia masuk Islam sampai wafatnya Nabi, pergi ke sisi Yang Maha Tinggi. Kita katakan: "Wahai yang empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan pendengaran !
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan penting dalam berbakti kepada Agama Allah. Pahlawan perang dikalangan sahabat, banyak Ahli fiqih, juru da'wah dan para guru juga tidak sedikit. Tetapi lingkungan dan masyarakat memerlukan tulisan dan penulis. Di masa itu golongan manusia pada umumnya, jadi bukan hanya terbatas pada bangsa Arab saja, tidak mementingkan tulis menulis. Dan tulis menulis itu belum lagi merupakan bukti kemajuan di masyarakat manapun. Bahkan Eropa sendiri juga demikian keadaannya sejak kurun waktu yang belum lama ini. Kebanyakan dari raja-rajanya, tidak terkecuali Charlemagne sebagai raja, adalah orang-orang yang buta huruf, tak tahu tulis baca, padahal menurut ukuran masa itu, mereka memiliki kecerdasan dan kemampuan besar.
Bagaimana Abu Hurairah dengan fitrahnya dapat menyelami kebutuhan masyarakat baru yang dibangun oleh Islam, yaitu kebutuhan akan orang-orang yang dapat melihat dan memelihara peninggalan dan ajaran-ajaran-Nya. Pada waktu itu memang ada para sahabat yang mampu menulis, tetapi jumlah sedikit sekali, apalagi sebagainya tak mempunyai kesempatan untuk mencatat Hadits-hadits yang diucapkan oleh Rasul. Sebenarnya Abu Harairah bukanlah seorang penulis, ia hanya seorang ahli hafal yang mahir, di samping memiliki kesempatan atau mampu mengadakan kesempatan yang diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak punya perniagaan yang akan diurus. Ia pun menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang masuk Islam belakangan, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus-menerus dan secara tetap menyertai majelisnya. Kemudian disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya ingatnya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas dengan do'a Rasulullah.
Ia menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan karunia Illahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian. Abu Hurairah bukan tergolong dalam barisan penulis, tetapi sebagaimana telah kita utarakan, ia adalah seorang yang terampil menghafal lagi kuat ingatannya. Karena ia tak punya tanah yang akan ditanami atau perniagaan yang akan menyibukkannya, ia tidak berpisah dengan Rasul, baik dalam perjalanan maupun di kala menetap. Begitulah ia mempermahir dirinya dan ketajaman daya ingatnya untuk menghafal Hadits-hadits Rasulullah Saw dan pengarahannya. Sewaktu Rasul telah pulang ke Rafikul'Ala (wafat). Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan Hadits-hadits, yang menyebabkan sebagian sahabatnya merasa heran sambil bertanya-tanya didalam hati, dari mana datangnya hadits-hadits ini, kapan didengarnya dan mengendapkannya dalam ingatannya.
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan kecurigaan ini, dan menghapus keragu-raguan yang menulari putra sahabatnya, maka berkata: "Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali mengeluarkan Hadits dari Nabi Saw. Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang Muhajirin yang lebih dahulu dari padanya masuk Islam, tak ada menceritakan hadits-hadits itu? Ketahuilah, bahwa sahabat-sahabatku orang-orang Muhajirin itu, sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar, sedang sahabat-sahabatku orang-orang Anshar sibuk dengan tanah pertanian mereka. Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak menyertai majelis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain absen, dan aku selalu ingat seandainya mereka lupa karena kesibukan. Dan Nabi Saw, pernah berbicara kepada kami di suatu hari, kata beliau, "Siapa yang membentangkan sorbannya hingga selesai pembicaraanku, kemudian ia meraihnya ke dirinya, maka ia takkan terlupa akan suatu pun dari apa yang telah di dengarnya dari padaku!"
Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku, kemudian bagiku dari apa yang telah kudengar dari padanya ! Demi Allah kalau tidaklah karena adanya ayat di dalam Kitabullah niscaya tidak akan kukabarkan kepada kalian sedikit juga pun! Ayat itu adalah : "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada manusia di dalam Al Kitab, mereka itulah yang dilaknat oleh Allah dan dikutuk oleh semua makhluk yang dapat melaknat". (QS Al-Baqarah ayat 159).
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya ia seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah Saw. Yang perama: karena ia melowongkan waktu untuk menyertai Nabi lebih banyak dari para sahabat lainnya. Kedua: karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul hingga ia jadi semakin kuat. Ketiga: ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan hak, dan termasuk orang yang lalai sudah tentu akan menerima hukuman atas kelalaiannya. Oleh sebab itulah ia harus memberitakannya, tak suatu pun yang menghalanginya dan tak seorang pun boleh melarangnya, hingga pada suatu hari Amirul Mukminin Umar berkata kepadanya: "Hendaklah kamu hentikan menyampaikan berita dari Rasulullah! Bila tidak, maka akan kukembalikan kau ke tanah Daus...!" (yaitu tanah kaum dan keluarganya)
Tetapi larangan ini tidaklah mengandung suatu tuduhan bagi Abu Hurairah, hanyalah sebagai kengukuhan dari suatu pandangan yang dianut oleh Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca dan menghafalkan yang lain, kecuali Al-Quran sampai ia melekat dan mantap dalam hati sanubari dan pikiran. Al-Quran adalah kitab suci Islam, Undang-undang Dasar dan kamus lengkapnya dan terlalu banyaknya kisah-kisah tentang Rasulullah Saw yang teristimewa lagi pada tahun-tahun menyusul wafatnya Nabi Saw, saat sedang dihimpunnya Al-Quran, dapat menyebabkan kesimpangsiuran dan campur baur yang tidak berguna dan tak perlu terjadi ! Oleh karena ini, Umar berpesan: "Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran karena dia adalah kalam Allah". Dan katanya lagi: "Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah, kecuali yang mengenai amal perbuatannya"!
Dan sewaktu beliau mengutus Abu Musa Al-Asy'ari ke Irak ia berpesan, kepadanya "Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan Al-Quran seperti suara lebah, maka biarkanlah seperti itu dan jangan anda bimbangkan mereka dengan hadits-hadits, dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini!" Al-Quran sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga terjamin keasliannya tanpa dirembesi oleh hal-hal lainnya. Adapun hadits, maka Umar tidak dapat menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahan atau diambilnya sebagai alat untuk mengada-ada terhadap Rasulullah Saw dan merugikan Agama Islam. Abu Harairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga percaya terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga ia tak hendak menyembunyikan suatu pun dari Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah dosa dan kejahatan. Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi dadanya berupa Hadits yang pernah didengar dan ditangkapnya tetap saja disampaikan dan dikatakannya.
Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan menghafal dari Abu Hurairah. Maka dipanggilnya ia dan dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk mengabarkan hadits-hadits dari Rasulullah Saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan dimintanya membacakan lagi Hadits-hadits yang dulu itu yang telah ditulis sekretarisnya. Ternyata tak ada terlupa oleh Abu Hurairah walau agak sepatah kata pun...! Ia berkata tentang dirinya, "Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal Hadits dari padaku, kecuali Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang aku tidak.' Dan Imam Syafi'i mengemukan pula pendapatnya tentang Abu Hurairah; "Ia seorang yang paling banyak hafal diantara seluruh perawis Hadits sesamanya" Sementara Imam Bukhari menyatakan pula: "Ada delapan ratus orang atau lebih dari sahabat tabi'in dan ahli ilmu yang meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah." Demikianlah Abu Hurairah tak ubah bagai suatu perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan kelestarian dan keabadiannya.
Abu Hurairah termasuk orang ahli ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah, selalu melakukan ibadah bersama isterinya dan anak-anaknya semalam-malam secara bergiliran, mula-mula ia berjaga sambil shalat sepertiga malam kemudian dilanjutkan oleh isterinya sepertiga malam dan sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh puterinya." Dengan demikian, tak ada satu saatpun yang berlalu setiap malam di rumah Abu Hurairah, melainkan berlangsung di sana ibadah, dzikir dan shalat! Karena keinginanya memusatkan perhatian untuk menyertai Rasul Saw, ia pernah menderita kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain. Dan pernah ia menceritakan kepada kita bagaimana rasa lapar telah menggigit-gigit perutnya, maka diikatkannya batu dengan surbannya keperutnya dan ditekannya ulu hatinya dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia di mesjid sambil menggeliat-geliat kesakitan hingga sebagian sahabat menyangkanya ayan, padahal sama sekali bukan!
Semenjak ia menganut Islam tak ada yang memberatkan dan menekan perasaan Abu Hurairah dari berbagai persoalan hidupnya ini, kecuali suatu masalah yang hampir menyebabkannya tak dapat memejamkan mata. Masalah itu ialah mengenai ibunya, karena waktu itu ia menolak untuk masuk Islam. Bukan hanya sampai di sana saja, bahkan ia menyakitkan perasaannya dengan menjelek-jelekkan Rasulullah di depannya. Pada sustu hari ibunya itu kembali mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan bagi Abu Hurairah tentang Rasulullah Saw, hingga ia tak dapat menahan tangisnya dikarenakan sedihnya, lalu ia pergi ke mesjid Rasul. Sambil menangis aku datang kepada Rasulullah, lalu kataku; "Ya Rasulullah, aku telah meminta ibuku masuk Islam, ajakanku itu ditolaknya, dan hari ini aku pun baru saja memintanya masuk Islam. Sebagai jawaban ia malah mengeluarkan kata-kata yang tak kusukai terhadap diri Anda. Karenanya mohon do'akan kepada Allah kiranya ibuku itu ditunjuki-Nya kepada Islam." Maka Rasulullah Saw. "Ya Allah tunjukkilah Abu Hurairah!"
Aku pun berlari mendapatkan ibuku untuk menyampaikan kabar gembira tentang do'a Rasulullah itu. Sewaktu sampai di muka pintu, kudapati pintu itu terkunci. Dari luar kedengaran bunyi gemercik air, dan suara ibu memanggilku; "Hai Abu Hurairah, tunggulah ditempatmu itu.....!" Diwaktu ibu keluar ia memakai baju kerudungnya, dan membalutkan selendangnya sambil mengucapkan; "Asyhadu alla ilaha ilallah, wa asyhadu anna Muhamadan 'abduhu wa Rasuluh. Aku pun segera berlari menemui Rasulullah Saw, sambil menangis karena gembira, sebagaimana dahulu aku menangis karena berduka, dan kataku padanya; "Kusampaikan kabar gembira ya Rasulullah, bahwa Allah telah mengabulkan do'a Anda, Allah telah menunjuki ibuku ke dalam Islam." Kemudian kataku pula; "Ya Rasulullah, mohon anda do'akan kepada Allah, agar aku dan ibuku dikasihi oleh orang-orang Mu'min, baik laki-laki mauoun perempuan!" Maka Rasul berdo'a; "Ya Allah, mohon engkau jadikan hamba-Mu ini beserta ibunya dikasihi oleh sekalian orang-orang Mu'min, laki-laki dan perempuan!"
Abu Hurairah hidup sebagai sorang ahli ibadah dan seorang mujahid, tak pernah ia ketinggalan dalam perang, dan tidak pula dari ibadah. Di zaman Umar bin Khattab ia diangkat sebagai amir untuk daerah Bahrain, sedang Umar sebagaimana kita ketahui adalah seorang yang sangat keras dan teliti terhadap pejabat-pejabat yang diangkatnya. Apabila ia mengangkat seseorang sedang ia mempunyai dua pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya nanti haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakaian juga, malah lebih utama kalau ia hanya memiliki satu pasang saja!
Apabila waktu meninggalkan jabatan itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi Umar, sekalipun kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara! Suatu dunia lain. Yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan mengagumkan. Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrain ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini diketahui oleh Umar, maka iapun dipanggilnya datang ke Madinah. Umar berkata; "Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah?. Jawabku; "Aku bukan musuh Allah dan tidak pula musuh kitab-Nya hanya aku menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah! Dari mana aku peroleh sepuluh ribu itu? Kuda itu kepunyaanku beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan. Kembalikan harta itu ke perbendaharaan Negara (baitul maal) !
Abu Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdo'a; "Ya Allah, ampunilah Amirul Mu'minin. Tak selang beberapa lamanya, Umar memanggil Abu Hurairah kembali dan menawarkan jabatan kepadanya di wilayah baru. Tapi ditolaknya dan dimintanya maaf karena tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya; "Kenapa, apa sebabnya?" Jawab Abu Hurairah; "Agar kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas punggungku tidak dipukul!" Kemudian katanya lagi; "Dan aku takut menghukum tanpa ilmu dan bicara tanpa belas kasih!"
Pada suatu hari sangatlah rindu Abu Hurairah hendak bertemu dengan Allah.....Selagi orang-orang yang mengunjunginya mendo'akannya cepat sembuh dari sakitnya, ia sendiri berulang-ulang memohon kepada Allah dengan berkata; "Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat rindu hendak bertemu dengan-Mu. Semoga Engkau pun demikian! "Dalam usia 78 tahun, tahun yang ke-59 Hijriyah ia pun berpulang ke rahmatullah !!!
No comments:
Post a Comment