Kisah Hindi binti Amar bin Hazan ~ Amar bin Jumuh adalah lelaki pincang, oleh karenanya mendapat rukhsoh (keringanan) tak dikenai hukum wajib militer alias wajib perang. Namun, sekali lagi, daya tarik jihad tampaknya terlalu memikat bagi orang beriman. Lelaki cacat itu pun nekad ikut berjihad. Akhirnya, Amar bersama Khallad (putranya) dan Abdullah (saudara istri alias iparnya) gugur sebagai syahid dalam jihad.
Hindi binti Amar bin Hazan yang tak lain istri Amar sekaligus kehilangan tiga orang tercinta: suami, anak, dan saudara pria. Apakah Hindi meratap, gulung koming (menangis tersedu-sedu sambil berguling-guling)? Ternyata tidak. Dengan tegar hati, Hindi malah pergi ke Uhud sendiri, mengambil jasad orang-orang yang paling dicintainya. Dengan pancaran jiwa yang tabah iman kepada Ilahi, Hindi tak memperlihatkan kepedihan hati, seolah tak ada musibah bencana yang menimpa. Ia pulang menuntun seekor unta yang memuat tiga mayat.
Setiap kali ia ketemu orang, pasti akan ditanya tentang mayat-mayat yang dibawanya. Hindi mampu menjawab pertanyaan dengan tetap memperlihatkan keanggunan, "Mereka kerabat saya: satu suami saya, kedua anak lelaki saya, dan satu lagi yang ketiga, saudara pria saya."
Bahkan, ketika para istri Nabi Muhammad SAW atau siapa saja yang bertemu Hindi bertanya tentang kebenaran isu "gugurnya" Nabi, Hindi memberi kaba yang menyejukkan, "Aku membawa kabar gembira, (1) Nabi masih hidup. Dibandingkan dengan rahmat (masih hidupnya Nabi) ini, segala kesulitan (termasuk musibah yang aku derita) tak ada artinya, (2) Allah telah memulangkan kaum kafir dalam keadaan marah." Subhanallah. Adakah wanita tabah sebanding dia?
Hikmah dari Kisah Hindi binti Amar bin Hazan
Setiap orang beriman punya keyakinan bahwa kematian jihad tidaklah sia-sia, karena pasti mendapatkan balasan Jannatun Na'im (surga) Tuhan. Oleh karenanya, ahli waris para mujahid meski merasa kehilangan, mereka tak terlalu dirundung kesedihan. Itulah substansi keyakinan yang juga ada para Hindi. Kesedihan sesaat memang muncul dan mengemuka, karena memang manusiawi, sebagai refleksi kecintaan kepada orang-orang yang dikasihi. Tapi, hal itu hanya gejala sesaat, dan hanya fenomena singkat.
Kenapa sikap demikian dapat ditegakkan? sebab dalam dada setiap kaum beriman seperti Hindi setidaknya mempunyai tiga buah keyakinan:
- Segala kejadian di alam semesta merupakan wujud dari kodrat-irodat Tuhan. Allah menyatakan, "Tak ada sesuatu pun yang dapat lepas dari irodat-Nya, bahkan termasuk luruhnya selembar daun kering di tengah hutan yang lebat dan sunyi." Segala kejadian, termasuk kematian adalah bagian dari kodrat-irodat Tuhan. Apapun keberatan yang diajukan, apapun ratap tangis yang disuarakan, kodrat dan irodat Tuhan tetap terlaksana. Justru kesedihan berlebihan (ratapan) menunjukkan tanda-tanda "penentangan" dan tak mau ikhlas menerima ketentuan Tuhan.
- Kematian adalah sebuah keniscayaan yang tak mungkin dapat dilewatkan. Siapa yang mengalami pross kelahiran dia pasti akan mengalami kematian. Itu hukum alam alias sunnatullah yang tak mungkin dihindarkan. "Kullu nafsin dzaaiqotul maut, setiap yang bernyawa pasti akan mati, "demikianlah sabda Nabi Muhammad SAW. Hanya soal waktu dan sebab musababnya yang berbeda. Setiap orang beriman sangat yakin, bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah kepunyaan Allah, dan pasti semua akan kembali kepada-Nya (Inna lillaahi wainna ilaihi rooji'uun).
- Segala cobaan hakekatnya sebagai bentuk ujian. Dalam hal ini Allah bertanya tapi tak butuh jawaban, "Apakah kamu mengira bahwa Allah akan membiarkanmu menyatakan beriman dengan tanpa memberikan ujian dan atau cobaan?" Jika kualitas besi diuji coba dengan api dan tempaan-tempaan palu, maka kualitas manusia diuji coba dngan bermacam cobaan dan musibah. Idzaa aroodallaahu an yushoofia alshoqo bihil balaayaa, jika Allah ingin menguji seseorang, maka akan ditimpakan kepadanya berbagai cobaan. Semakin tabah seseorang dalam menyikapi kehilangan (keluarga, harta, dan tahta), berarti semakin berkualitas pribadi orang bersangkutan. Cerita Nabi Ayub yang ditimpa berbagai kemalangan adalah contoh yang patut direnungkan. Yang pasti, Tuhan menjanjikan, "Dia tak akan menguji (menimpakan cobaa) melainkan sesuai batas kemampuan, laa yukallifullaaha nafsan illaa wus 'ahaa. "Keputusan seseorang dalam menerima cobaan Tuhan, bukan karena ujian Tuhan melampaui kapasitas kemampuan, tapi lebih dikarenakan sikapnya yang ingkar (kafir), "Walaa taiasuu min rouhillaah, wamaa yaiasuu illal qoumul kaafiruun, janganlah kamu putus asa dari rahmat Allah. Karena tidak putus asa kecuali hanya orang-orang kafir (ingkar)."
No comments:
Post a Comment